Edelweiss Jawa

Anaphalis javanica, yang dikenal secara populer sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss), adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Nusantara. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 m dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai langka.

Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus, sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya.

Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik Myophonus glaucinus. Bagian-bagian edelweis sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh para pendaki. Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik, tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini hampir punah.

Sayangnya keserakahan serta harapan-harapan yang salah telah mengorbankan banyak populasi, terutama populasi yang terletak di jalan-jalan setapak. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu potongan-potongan itu mungkin dapat dijual kepada pengunjung untuk mengurangi tekanan terhadap populasi liar.

salah satu tempat terbaik untuk melihat edelweis adalah di Maha Pena (Gunung Arjuno), Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede), Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani).


Bagikan di facebook

0 komentar

Post a Comment